Rabu, 23 Desember 2020

Kawasan Pusat Perbelanjaan Di Era Pandemi

      Pusat perbelanjaan menjadi salah satu tempat yang menawarkan berbagai macam produk, dari pakaian, kebutuhan rumah tangga, sayur mayur,  hiburan, dan sebagainya. 
Namun di era pandemi yang tak berkesudahan, pusat perbelanjaan beralih fungsi sebagai tempat refreshing dan waktu berkumpul bersama keluarga.

      Hal ini dikarenakan pusat perbelanjaan memberikan penawaran berupa diskon, tiket/voucher, parcel untuk menarik minat pengunjung. Selain itu, tempat ini menjadi alternatif satu-satunya sebagai hiburan tanpa perlu ke luar kota. Jadi pendapatan ekonomi bisa meningkat.

     Ya meskipun tak bisa dipungkiri kawasan ini menjadi titik temu orang dari berbagai daerah, sehingga protokol kesehatan (prokes) harus diterapkan secara tepat dan benar. 
Jadi pusat perbelanjaan bisa memberikan kawasan yang aman bagi pengunjung. 
Seperti yang dikatakan Presiden Direktur PT Pakuwon Jati Tbk, Stefanus Ridwan, pengunjung merasa aman ke pusat perbelanjaan karena pengelola menerapkan prokes secara ketat.

      Namun tak jarang pula kendala penerapan berasal dari pengunjung. Sebagian tak mau menerapkan prokes dengan benar. Seperti enggan memakai masker dengan alasan sulit bernapas atau tidak terbiasa. 
Untuk itu, diperlukan kontribusi dari pengelola dan pengunjung agar jumlah korban tidak bertambah.

Selasa, 22 Desember 2020

Cinta?

Judul buku : A Man Called Ove
Penulis : Fredrik Backman
Penerbit : Noura Books
Cetakan/tahun terbit : 1, Januari 2016
Halaman : 440
ISBN :978-602-385-023-5

       Buku bersampul warna biru dan bergambar seorang kakek membawa tongkat, dan mobil yang terparkir ternyata menjelaskan pribadi tokoh utama, Ove.
Ove merupakan pribadi yang berpegang teguh pada idealismenya, memiliki kehidupan hitam putih, dan anti sosial.
Dalam hidupnya ada tiga hal yang penting yakni, Sonjaya, Saab, dan kebenaran.

      Saya sempat berpikir karakter Ove merupakan kakek tua menyebalkan, orang yang kesepian, dan hidup sesuka hatinya.  Sebab, ini ditunjukkan dari perkataan atau dialog-dialog yang diutarakan pada tetangganya terkesan menjengkelkan. Namun, perkataan itu bertentangan dengan perilakunya yang menunjukkan kepedulian dan kasih sayang pada orang-orang sekitar. 

      Ini ditunjukkan saat Ove menyelamatkan seseorang yang jatuh pingsan di rel kereta api. Meskipun keadaan di sekitar banyak orang, tapi tak satu pun ingin menyelamatkan. Setelah nya, Ove pergi dari stasiun tersebut dan tak ingin dianggap pahlawan.
Dari adegan tersebut, tindakan lebih dipercaya daripada omong belaka. 
Kasih sayang dan kepedulian bisa dilakukan dimana dan kapan pun. Hidup yang bermanfaat, tapi tidak mengurusi kehidupan orang lain.

         Kisah cinta Ove dan istrinya, Sonjaya, juga menjadi pengiring ke romantisan dalam cerita. Mereka seperti pasangan yang saling melengkapi. Kehidupan Ove yang hitam putih dilengkapi dengan kehidupan Sonjaya yang berwarna-warni. Kamu akan jatuh hati dengan sikap manis mereka. 

      Adapun kekurangan dalam buku seperti, kalimat yang bertele-tele, earphone ditulis dengan kabel plastik, salju ditulis tanah beku. Hal ini membuat pembaca berpikir ulang dan membuang waktu. 

      Saya rekomendasikan untuk menonton film dan membaca buku ini. Kamu akan mendapatkan feel-nya yang berbeda.

Rabu, 16 Desember 2020

Vaksinasi Gratis Pada Masyarakat

Tak terasa Covid-19 telah memporak-porandakan aktivitas masyarakat. Terutama dari segi ekonomi dan kesehatan. Banyak masyarakat yang mengalami inflasi bahkan jumlah pasien Covid-19 setiap harinya menjadi bertambah. Dari ratusan hingga ribuan. Tenaga medis pun kewalahan menangani virus yang diam-diam bersemayam dalam tubuh manusia tanpa ada tanda-tanda khusus ini.

Namun virus itu akan segera berakhir. Sebab pemerintah telah menggratiskan vaksinasi kepada masyarakat Indonesia. Melalui kanal YouTube Sekertaris Presiden, Presiden Jokowi Widodo menyampaikan vaksin Covid-19 diberikan secara gratis ke masyarakat. Kebijakan ini ditempuh setelah menerima masukan dari masyarakat dan menghitung ulang keuangan negara.

Pemerintah menyiapkan dua program vaksinasi, yakni vaksin mandiri atau berbayar dan vaksin bantuan pemerintah. Vaksin bantuan diprioritaskan untuk tenaga kesehatan, pelayanan publik, dan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan penerima bantuan iuran.

Pemberian vaksin kepada masyarakat ini sempat menjadi masalah dikarenakan masyarakat harus membayar untuk mendapatkan vaksin tersebut. Kita tahu bahwa pembelian vaksin itu mahal dan mengeluarkan uang ratusan ribu. 
Tentu adanya pemberian vaksin gratis ini akan memberikan kemudahan bagi masyarakat ekonomi kelas bawah. Dan tidak kah menjadi hak warga negara, yaitu hak kesehatan. Sudah semestinya biaya vaksin ditanggung oleh pemerintah. 

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance Tauhid Ahmad, kapasitas fiskal pemerintah cukup untuk menggratiskan biaya vaksin jika pemerintah mau memberikan prioritas. Anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional pada 2020 yang belum terserap bisa dialokasikan untuk pengadaan, distribusi, dan vaksinasi.

Dalam APBN 2021, pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan Rp 169,7 triliun dengan Rp 40.5 triliun di antaranya untuk pengadaan vaksin. Sebagai perbandingan, anggran kesehatan lebih kecil daripada anggaran infrastruktur yang naik drastis 47,2 persen jadi Rp 417,4 triliun. 

Meskipun telah ada vaksin gratis, pemerintah diminta menambah pilihan vaksin dan jangan hanya bergantung pada vaksin dari Sinovac Biotech yang belum selesai menjalani proses uji klinis. Hingga kini pihak pengembang vaksin itu belum merilis data kemanjuran dari vaksinnya.  

Ada pun beberapa vaksin yang telah melewati uji klinis pada manusia, yakni dari AstraZeneca, Moderna, Bharat Biothec, Novavax, dan sebagainya.
Pemerintah harus memikirkan rencana yang matang untuk pemberian vaksin gratis kepada masyarakat. Sebab ini perihal nyawa, bukan boneka percobaan.

Selasa, 15 Desember 2020

Feminisme Dalam Buku Entrok

Judul : Entrok
Karya : Okky Madasari
Halaman : 286 hlm
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Saat pertama melihat buku ini otak saya langsung terkecoh dan teringat buku stensil. Sebab, cover bagian depan buku menggambarkan seseorang sedang mengaitkan entrok (bh atau bra). Dan dari entrok inilah kisah tokoh utama, Marni, dimulai.

Marni, seorang perempuan Jawa lahir dari keluarga miskin dan tinggal bersama ibunya, belum pernah mendapatkan nafkah dari seorang ayah. Ia dan sang ibu harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dimulai  bekerja sebagai seorang buruh pengupas kulit singkong sampai kuli panggul.

Di masa pubertas, Ia harus bekerja dan mengalami sejumlah diskriminasi gender seperti beberapa tokoh yang meremehkan kemampuannya dikarenakan dia perempuan, dan hasil dari pekerjaan itu dia digaji dengan singkong. Hal ini berbeda dengan laki-laki yang digaji uang. Namun, Marni tetap semangat bekerja karena dia ingin memiliki entrok untuk menopang payudaranya. 

Dia baru mendapatkan upah berupa uang saat menjadi kuli panggul di pasar. Dari hasil upah itu, Marni mulai menabung untuk membeli entrok sekaligus modal untuk menjual sayur dari rumah ke rumah. 
Dari hasil jerih payah berdagang, Ia menjadi seorang perempuan mandiri dan disegani banyak orang.

Dari sanalah, Marni, mendongkrak premis jika perempuan tak semestinya jadi kuli panggul dan harus mengerjakan pekerjaan halus dan enteng seperti mengupas kulit singkong.
Ada perasaan senang saat perempuan berhasil dan menunjukkan eksistensi nya. Sebab, dibutuhkan tindakan untuk mematahkan premis tersebut. Bukan sekedar ucapan semata. 

Perempuan itu berhasil menunjukkan eksistensi nya melalui perkonomian yang dia bangun. Dari perempuan miskin menjadi mandiri dan bekerja keras, hingga disegani oleh masyarakat sekitar. Hal ini ditunjukkan ketika Marni memberikan upah kepada buruh, dan berdiri di tengah-tengah mereka, ada perasaan bahagia.

Untuk membangun eksistensi tersebut, kita harus mengetahui keadaan di sekitar seperti apa yang akan menjadikan kita bisa terlihat di mata orang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti, menjadi seorang seniman dalam tokoh novel Larasati karya Pramoedya Ananta Noer yang digambarkan sosok perempuan bebas dari belenggu laki-laki dan bisa berkarya karena kemampuan yang dimilikinya.
Sebelum menunjukkan eksistensi yang kita miliki. Alangkah baiknya kita mengenal diri sendiri terlebih dahulu.

Meskipun banyak buku yang membahas feminisme. Tapi buku ini patut dibaca sebab dikemas dengan bahasa yang ringan dan memberikan wawasan mengenai sosial kultur masyarakat era 90-an. Pembahasannya pun sangat plural, mulai dari kepercayaan, toleransi, politik orde baru.




Rabu, 25 November 2020

Pemerasan Pekerja Migran

Untuk menangani masalah perekonomian dalam keluarga, tak jarang perempuan ikut membantu untuk kebutuhan tersebut. Mereka rela bekerja disektor apapun demi kebutuhan hidup, seperti menjadi pekerja migran. 


Banyak perempuan yang asal bekerja, dan tidak mempedulikan apa yang terjadi pada dirinya, seperti kekerasan seksual, upah murah, dan diskriminasi kekerasan. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran korban terhadap tindakan yang terjadi, atau mereka pasrah dan menganggap biasa perkara diskriminasi tersebut. Kan namanya pembantu, ya bisa diapain saja oleh majikan. Sehingga mereka membiarkan hal itu terjadi. Terlebih pekerja migran di dominasi oleh penduduk desa. 


Menurut data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), di tahun 2019 terdapat 57.597 pekerja migran dan 47.163 orang diantaranya perempuan. Dari jumlah tersebut, 40.148 orang bekerja di sektor informal, dan 17.809 bekerja di sektor formal. Bahkan 16 persen diantaranya mengaku mengalami diskriminasi dan kekerasan fisik. Terlebih jika mereka korban kekerasan seksual, tentu mereka akan menutupinya karena dianggap aib.


Sering kita lihat di televisi kasus pekerja migran yang menggugat majikannya tapi berujung orang tersebut yang kalah, atau majikan yang melaporkan bawahannya dan berakhir si pekerja migran yang di hukum. Meskipun pekerja tersebut tidak salah, dan menjadi korbam karena melindungi dirinya sendiri. Hukuman yang diberikan tak main-main, sampai hukum gantung.


Dilain sisi, banyak pekerja migran yang bekerja karena diiming-imingi gaji besar dan syarat mudah untuk memikat hati mereka. Sehingga mereka mantap pergi bekerja dan jauh dari keluarga tanpa mempertimbangkan tetek bengek nya. Adapun yang berangkat dengan modal nekat tanpa memiliki keterampilan apapun.


Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Bobi menjelaskan setidaknya ada tiga syarat utama agar seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) bisa dikatakan tidak melanggar prosedur.


Pertama, Indonesia dan negara penempatan PMI harus memilki perjanjian tertulis tentang kerja sama penempatan calon pekerja migran. Kedua, pelaku penempatan PMI haruslah berasal dari badan resmi yakni Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) – dalam konteks pengiriman G2G (Government-to-Government). Ketiga, berusia diatas 18 ke atas dan sehat jasmani rohani. 

Hal ini sangat disayangkan jika dibiarkan terus menerus. Korban harus dilindungi dan memberanikan diri untuk bersuara lantang dengan yang terjadi pada dirinya. Namun acapkali kendala bahasa dan rumitnya birokrasi di negara tempat mereka bekerja membuat sebagian orang ini abai dan tidak peduli. Yang penting bekerja dan mendapat uang demi keluarga, sudah cukup.


Bagi korban kekerasan seksual pemerintah telah memberikan rangkaian regulasi yang mampu mengakomodir para korban. Salah satu instrumen hukum yaitu pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual  (RUU PKS). Sebab sebagian dari korban seringkali dikucilkan oleh masyarakat. 

Untuk itu, pemerintah perlu memperhatikan keadaan korban, terutama psikologi nya seperti memberikan konseling.

Akan lebih baik jika para pekerja migran informal ini mendapat pelatihan khusus tentang pekerjaan mereka, mengajarkan bahasa yang menjadi tujuan orang tersebut, dan memberikan ilmu pengetahuan lainnya guna membekali dan membentengi diri jika sesuatu terjadi di luar kontrak kerja, seperti eksploitasi tenaga kerja.

Selasa, 24 November 2020

Nh Dini dan Karya Sastra

Judul : Dari Ngalian Ke Sendowo
Karya : NH Dini
Halaman : 286 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Untuk pertama kali saya membaca buku tulisan beliau, seperti buku autobiografi. Kesan pertama saat membaca buku tersebut adalah membosankan, tapi bahasa yang digunakan mudah dipahami dan ringan. Meskipun terdapat bahasa krama alus/asing, beliau memberikan footnote, sehingga bisa dibaca oleh semua kalangan. 

Selain menceritakan tentang kehidupan beliau, dari kegiatan sehari-hari, kunjungan mengisi seminar, buku ini juga memberikan informasi mengenai kawasan yang sedang dikunjungi. 
Contoh, ketika kunjungan ke Jepang, beliau memberikan gambaran dan nama makanan Jepang. 

Sosok Nh Dini tergambar apik dalam buku ini, seperti sosok perempuan tangguh dan mandiri. Meskipun lansia (lanjut usia), beliau tetap produktif menulis. Ini bisa dijadikan cambuk untuk para penulis agar tetap produktif dan tak putus asa dalam membuat karya.

Cerita mengenai kehidupan beliau bisa dijadikan contoh dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Dari hidup sederhana, penuh kasih, dan tolong menolong seperti menyekolahkan anak-anak melalui pondok baca.
Dan seringkali sastrawan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal karya sastra amat penting bagi generasi berikut, sebab dalam sastra seringkali penulis memberikan gambaran konflik yang terjadi masa itu, atau kritikan terhadap kehidupan sosial.

Untuk itu, sayang jika eksistensi sastrawan lenyap atau generasi sekarang tidak tahu menahu mengenai karya sastra.
Jadi, untuk mendongkrak karya sastra dibutuhkan gerakan suka membaca.
Setidaknya pemerintah bisa memberikan tunjangan bagi sastrawan untuk menghargai karya-karyanya. 



Rabu, 18 November 2020

Ketika Kawasan Konservasi Terjamah

Beberapa minggu lalu, sosial media dihebohkan oleh foto hang menampilkab seekor komodo menghadang truk pengangkut material. Seketika foto tersebut menjadi perbincangan publik, dari aktivis hingga warga setempat mengkritik pembangunan tersebut. Beberapa orang khawatir adanya truk berdampak pada Komodo yang menjadi korban.

Akan tetapi, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Wiratno, telah menjamin keamanan Komodo dengan mengecek kondisi sekitar dan memastikan tidak ada Komodo yang berada didekat kendaraan. Bahkan setiap pagi para petugas penjaga Komodo diberikan pembekalan untuk memastikan keamanan hewan tersebut.

Meskipun pemerintah telah menjamin keamanan Komodo dalam proses pembangunan Taman Nasional Komodo, warga setempat tetap menolak tindakan pemerintah. Menurut mereka, adanya pembangunan tersebut mengancam ekosistem Komodo, serta akan merubah wasiat leluhur yang mengajarkan bahwa Komodo adalah saudara mereka sendiri. Sebab, Komodo dan warga selalu hidup berdampingan.

Perlu diketahui, pembangunan Taman Nasional Komodo dicetuskan oleh Luhut Binsar Panjaitan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman. Rencana pembangunan ini disebut Jurassic Park, dimana tempat tersebut memiliki pusat penelitian dan mebuat sejahtera warganya.

Sayangnya, keinginan pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan warga setempat dan bertentangan dengan nilai konservasi. Warga tidak mencari pendapatan dari pariwisata di Pulau Rinca. Mereka ingin melindungi hewan-hewan tersebut karena tak ingin populasi Komodo berkurang dan rusak ekosistem nya. 
Malahan hal ini membuat pemerintah seperti kurang dekat dengan rakyat nya. Sebab, pemerintah tidak mengetahui apa yang diinginkan dan mengabaikan warga lokal yang hidup berdampingan serta merawat Komodo sejak dulu. 

Di lain sisi, pembangunan Jurassic Park membawa keuntungan bagi negara, dan menambah Produk Domestik Bruto (PDB). Mungkin pemerintah ingin membuat pariwisata modern agar menarik wisatawan asing dengan jumlah yang cukup besar.

Disayangkan jika Pulau Rinca dijadikan Pulau Bali kedua. Seperti yang kita tahu, Pulau Bali menjadi sektor pariwisata dari wisatawan asing atau lokal, dan mampu menaikkan pendapatan warga lokal. Namun tak bisa dipungkiri, adanya wisata tersebut membuat sejumlah objek atau sumber daya alam rusak karena ulah manusia tak bertanggung jawab. Misal, membuang sampah di laut, aksi vandalisme, dan sebagainya.
Jangan sampai Pulau Rinca rusak karena tangan-tangan jahil, dan hasrat manusia untuk mencapai keinginan nya sendiri.

Jikalau Pulau Rinca ingin dijadikan sektor pariwisata, lebih baik menawarkan pariwisata lokal, dengan kealamian dan memperlihatkan kehidupan asli Komodo tanpa ada campur tangan manusia. Serta menunjukkan bahwa warga dan pemerintah bisa menjaga hewan konservasi.

Perihal Pulau Rinca yang menjadi kawasan konservasi, sebenarnya pemerintah telah mengkhianati tujuan konservasi. Hal ini dinyatakan oleh Gregorius Afioma, peneliti dari Sunspirit for Justice and Peace yang berbasis di Labuan Bajo bahwa izin yang diberikan KLHK untuk pembangunan sarana pariwisata di Pulau Rinca bertolak belakang dengan yang sudah diajarkan dalam merawat kawasan konservasi.

Jika pembangunan tetap dilanjutkan, maka manusia yang akan berkunjung harus mengikuti peraturan yang ada. Kalaupun ada yang melanggar, beri sanksi dengan tegas agar kapok. Bagaimana pun Komodo membutuhkan ketenangan dalam hidupnya agar tidak stress. Untuk itu mari menjaga dan menjalin hubungan baik kepada alam.

Selasa, 17 November 2020

Rindu Harus Dibayar Tuntas

Judul : Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis : Eka Kurniawan
Halaman : 256 hlm
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cerita ini berawal dari dua orang polisi yang melakukan pemerkosaan kepada perempuan gila, Rona Merah, di sebuah gubuk. Pada saat pemerkosaan terjadi, Si Tokek dan Ajo Kawir berada di lokasi tersebut untuk mengintip bagaimana rupa ayu Rona Merah. Sayangnya, kegiatan kedua bocah remaja tersebut terpergok oleh salah satu polisi. Setelah terpergok, salah satu bocah tersebut diseret dan dibawa masuk gubuk untuk melihat kejadian memilukan dan biadab yang dilakukan oleh kedua polisi terhadap Rona Merah.

Pemerkosaan yang dilakukan oleh polisi terhadap Rona Merah menggambarkan ketidakadilan yang sedang terjadi saat ini. Sebab, orang yang memiliki kekuasaan bisa melakukan tindakan sesuka hati dan mengintimidasi orang di bawahnya. Sedang kekuasaan dijadikan alat untuk melakukan tindakan represif. Dan, Rona Merah salah satu korban ketidakadilan tersebut.

Adapun penulis ingin menunjukkan bahwa orang gila bisa menjadi korban pelecehan seksual, tanpa pandang jenis kelamin, dan status sosial. Hal ini terjadi karena  manusia diperbudak dan disetir oleh nafsu, seakan-akan nafsu itu otak kedua manusia. Ketika nafsu mengambil alih fungsi akal, tentu perbuatan biadab bisa terjadi kapanpun.
Seperti contoh diatas, kasus pelecehan seksual. Acap kali kemaluan menjadi kendali untuk hasrat seksual mereka. Sehingga mereka melakukan perbuatan tercela tanpa peduli rasa kemanusiaan. 

"Kemaluan bisa menggerakkan orang dengan biadab. Kemaluan merupakan otak kedua manusia, seringkali lebih banyak mengatur kita daripada yang bisa dilakukan kepala".

Bagaimana jika dunia dipenuhi manusia yang dikendalikan oleh nafsu, sedang manusia diberi akal. Hewan yang tak punya akal masih ada rasa kasih kepada sesama atau manusia. Rupanya manusia mengalami degradasi moral.
Membuat dunia ini dipenuhi  manusia yang diperbudak nafsu tiada hentinya. Kalau sudah begitu, apa perbedaan manusia dan hewan? Padahal manusia ada akal yang bisa membedakan benar dan salah, tapi kalah oleh nafsu. Jika dibiarkan secara terus-menerus, tentu membawa mudarat.

Selain itu, buku ini menggunakan kata-kata frontal, seperti ngaceng. Meskipun terkesan vulgar, tapi bahasa-bahasa seperti itu yang menjadi ciri khas dari Eka Kurniawan. Bahasa yang dekat dengan kehidupan masyarakat menengah ke bawah. 

Dan konflik para tokoh yang sering terjadi di dunia nyata, seperti Ajo Kawir, burungnya tidak bisa ngaceng sejak melihat insiden Rona Merah diperkosa, dan membuat si burung tertidur damai walaupun ada gangguan. Lalu, ada Nina, gadis muda yang menjajakan diri ke para lelaki. Paman gembul, yang tidak mau mengotori tangannya untuk membunuh orang.
Banyak konflik kehidupan yang disajikan dalam buku ini. Salah satunya ditunjukkan oleh para tokoh yang kehidupan nya semrawut masalah, balas dendam, kasih sayang, kedamaian, dan lainnya. 

Untuk sampul buku terkesan simple namun bermakna. Dengan gambar burung sedang tertidur disertai warna-warni  coraknya seperti menggambarkan bermacam-macam lika-liku kehidupan,  seperti susah senang kehidupan tetap berjalan.
Namun sayangt, meskipun buku ini membuka pengetahuan tentang kehidupan sosial masyarakat, tapi tidak diperuntukkan untuk anak-anak dibawah umur.








Rabu, 11 November 2020

PROSES

Judul : The Trial
Penulis : Franz Kafka
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 251 hlm

Ketika membaca buku ini saya tidak paham mengenai isinya sebab menggunakan alur maju. Tapi itu letak menarik nya. Penulis membuat pembaca penasaran bagaimana akhir cerita tokoh utama. 
Lambat laun saya mulai memahami dan mengerti maksud tujuan penulis. Ya meskipun pesan buku ini tersirat dan dijelaskan melalui dialog-dialog antar tokoh seiring berjalannya waktu. 

Bisa dibilang buku ini mengilustrasikan proses hukum (teknis persidangan) di masa depan. Yang mana Josef K menjadi percobaan dalam sistem tersebut terlepas Josef K bersalah atau tidak. Kasus serupa terjadi pada enam pengamen Cipulir, Jakarta Selatan 2013 silam korban salah tangkap. Enam pengamen tersebut menemukan mayat di kolong jembatan. Tapi justru mereka menjadi tersangka. Dari menjadi saksi, keenamnya lalu jadi tersangka. Selama proses hukum ini, mereka diduga kerap mendapat kekerasan fisik. Meskipun buku ini ditulis 1920-an abad ke 20, tapi tetap relevan hingga sekarang.

Sayang sekali, gaya penulisan nya terkesan rumit. Satu paragraf bisa satu halaman. Mungkin dengan gaya kepenulisan seperti ini, penulis ingin mengajak pembaca untuk terlibat atau mengerti suasana cerita yang pelik. 
Jadi dibutuhkan kejelian pembaca untuk memahami jalan cerita. 
Selain ke penulisan yang rumit, adapun banyak tokoh dalam cerita. Namun, keberadaan tokoh-tokoh tersebut penting untuk menyampaikan pesan-pesan.

Saya pikir buku ini memiliki keunikan tersendiri, dimana penulis seperti membuat cerita surealis dan membahas birokrasi. Dan sepertinya penulis membawa agama juga, sebab dalam cerita terdapat peran seorang pendeta yang memberikan nasihat kepada Josef K.

Buku ini saya rekomendasikan kepada orang-orang awam, seperti saya yang tidak tahu menahu perihal proses hukum. 
Dari buku ini, saya sedikit tahu bahwa birokrasi nya mengerikan.

Minggu, 28 Juni 2020

Kerisauan Wacana New Normal

Kabarnya, kebijakan new normal akan ditetapkan di Indonesia. Kebijakan baru kali ini tidak jauh berbeda seperti melakukan aktivitas biasa saat pandemi belum ada. Masyarakat harus mau hidup bersahabat dengan virus corona ini tetapi masih dianjurkan untuk mengikuti protokol kesehatan yang ada, seperti cuci tangan, jaga jarak, memakai masker, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan lain-lain. Namun, beberapa masyarakat masih belum menerima kebijakan ini karena mengingat penyebaran virus corona sudah mencapai 30 ribu lebih, wajar saja jika  masyarakat masih khawatir mengikutinya.

Memang, kita semua tahu bahwa faktanya virus ini menular melalui benda yang sudah terkena virus Covid-19 dan melalui udara. Jadi masih aman jika kita beraktivitas normal dengan mematuhi protokol kesehatan. Dan jangan menganggap PSBB menjadi penghalang untuk melakukan new normal karena hal itu merupakan salah satu pemutus tersebarnya covid. Bagaimana tidak, PSBB menjadikan kita agar tidak membuat gerombolan baru di tempat umum.

Jika masih terus-menerus  menunggu wabah ini mereda akan membutuhkan waktu yang lama dan tidak pasti. Bahkan para peneliti mengatakan virus ini tidak diketahui kapan akan berakhir dan pakar kesehatan pun belum menemukan vaksin. Memang rasa takut itu wajar tetapi, apakah kalian betah dengan melakukan aktivitas dirumah saja yang entah sampai kapan berakhir? kuliah dirumah, kerja dirumah, pemandangan yang kita lihat setiap hari hanyalah tembok kamar. Beberapa orang mulai krisis keuangan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pengangguran meningkat dan masih banyak lagi.

Aku rasa, kebijakan kali ini adalah kebijakan yang tepat, karena semua orang bisa kembali melakukan kegiatan masing-masing, parawisata berjalan normal, perekonomian pulih, dan sudah tidak akan ada lagi keluhan bodoh karena pendidikan tidak lagi melalui daring. Aku membayangkan betapa riangnya perasaan orang-orang dan rasanya masyarakat sudah bisa hidup berdampingan dengan virus ini, karena disaat kebijakan PSBB masyarakat yang bandel ingin keluar masih patuhi protokol kesehatan.

Apabila kebijakan ini nantinya diikuti oleh masyarakat, seharusnya pemerintah juga siap untuk menangani covid secara cepat agar virus ini tidak melonjak ketika masa new normal dan berguna untuk menghilangkan stereotip jelek masyarakat terhadap new normal. Selain pemerintah, masyarakat harusnya juga ikut andil jangan hanya mengandalkan pemerintah saja. Cukup dengan membiasakan menjaga kebersihan, memang agak sulit menjadikan sesuatu yang tidak biasa menjadi suatu kebiasaan, tapi ini demi kebutuhan diri sendiri dan orang lain.

Terlepas dari polemik kebijakan new normal yang pro dan kontra, semua memang  tergantung bagaimana cara kita memandang kebijakan itu. Menyalahkan pemerintah dan wabah terus-menerus tidak memberikan dampak apapun. Untuk itu diperlukan kesadaran dari individu agar new normal berjalan lancar dan baik-baik saja. Tidak semua hal yang kita anggap jelek selamanya akan jelek, begitu juga sebaliknya. Virus ini juga membawa dampak baik terhadap lingkungan, betapa bahagianya rakyat Jakarta yang melihat langitnya biru karena polusi berkurang, hewan-hewan Taman Safari di Pasuruan menjadi lebih aktif karena tidak ada pengunjung lalu lalang menggangunya. Anggaplah new normal adalah jalan menuju kehidupan baru yang lebih baik dengan mementingkan kesehatan.

Jumat, 29 Mei 2020

Silaturahmi di tengah Covid-19

Hari raya Idul Fitri identik dengan silaturahmi. Akan tetapi di tengah-tengah Hari Raya Idul Fitri nanti  akan berdampingan dengan wabah Covid-19 yang tak berkesudahan. Wabah tersebut menyebabkan orang-orang tidak bisa melakukan silaturahmi ke sanak saudara, guna mencegah tertularnya wabah Covid-19. 
Di sisi lain, silaturahmi memiliki makna bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Silaturahmi sudah seperti budaya yang mengakar sejak turun temurun. Dengan menjalin silaturahmi bisa mempererat hubungan keluarga, bisa menghilangkan rasa cemas, dan menambah teman. Jadi kegiatan silaturahmi sangat dianjurkan sebab memiliki dampak positif bagi kehidupan, seperti dalam anjuran Q.S An-nisa ayat 1.

Akan tetapi hal ini berbanding terbalik dengan kebijakan pemerintah yang melarang kegiatan silaturahmi dan menganjurkan untuk melakukan silaturahmi secara online. Seperti yang kita ketahui, tidak mudah untuk melakukan silaturahmi online banyak hambatan yang terjadi seperti sinyal buruk atau fasilitas gadget yang kurang menunjang. Adapun beberapa orang tua yang belum tentu bisa menggunakan gadget. Lagipula melakukan silaturahmi online akan tercipta jarak, dan saya yakin para manusia lebih disibukkan dengan waktunya, lupa sanak saudara.

Lalu, jika tujuan silaturahmi online dilakukan guna mengurangi jumlah korban Covid-19, tentu tidak dibenarkan. Yang saya ketahui, Covid-19 sama seperti flu biasa yang sering terjadi, tanpa perlu dibesar-besarkan, dan ditakuti. Bukan bermaksud meremehkan, tapi nyatanya yang terjangkit flu tersebut orang-orang yang lanjut usia dan memiliki riwayat penyakit kronis, dalam artian bukan murni karena Covid-19. Pemerintah terlalu berlebihan dalam menyikapi Covid-19, sehingga masyarakat ketakutan.

Saya lebih memilih melakukan silaturahmi seperti pada umumnya, bukan daring. Ada banyak solusi yang ditawarkan guna mencegah penyebaran tanpa perlu meniadakan silaturahmi. Caranya seperti masing-masing individu membawa handsanitazer atau tuan rumah menyiapkan air dan sabun depan rumah, menggunakan masker, salaman jarak jauh, dan sebagainya.
Di realitanya banyak orang yang tetap melakukan mudik untuk mengunjungi sanak keluarga di desa. Bahkan alat transportasi umum sudah ramai oleh para pemudik, bisa disimpulkan bahwa masyarakat tidak takut tertular dan tahu bagaimana cara mencegah Covid-19. Dan sepertinya kebijakan pemerintah mengenai silaturahmi secara online gagal.

Semestinya pemerintah bisa memberikan solusi yang lebih relevan dan sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia. Bukan memberikan solusi yang dengan cara online. Jika pemerintah tetap menyalahkan Covid-19, tentu akan sia-sia. Ya mengingat masyarakat Indonesia nakal-nakal. Pemerintah terlalu berlebihan dalam menanggapi Covid-19 yang menyebabkan masyarakat overthinking. Lagipula kegiatan silaturahmi itukan baik dan setiap kebaikan akan diberi kemudahan oleh Tuhan. Untuk apa mengkhawatirkan sebuah wabah. Wabah tetaplah wabah.

Sedang bagi pemerintah daerah yang menerapkan kebijakan silaturahmi secara online. Alangkah baiknya jika pemerintah daerah setempat memberikan fasilitas berupa Wi-Fi atau paket data gratis guna menunjang kelancaran pelaksanaan silaturahmi. Atau pemerintah daerah memberikan sosialisasi kepada warga, sebab ada warga yang belum mengetahui kebijakan tersebut. Selebihnya dibutuhkan pengertian antara pemerintah dan masyarakat guna mencapai keberhasilan adanya kebijakan tersebut. Ini demi kemaslahatan seluruh umat manusia.

Akan tetapi sangat disayangkan, jujur saya tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah seperti itu. Untuk apa diberlakukan silaturahmi secara online, tak ada salahnya meluangkan waktu sejenak untuk mengunjungi keluarga. Tak perlu berkunjung di keluarga jauh. Sebaiknya jika ada  berkunjung dan meminta maaf ke keluarga terdekat lebih dahulu, untuk keluarga yang berjauhan bisa menyusul di hari kedua atau ketiga. Semoga wabah Covid-19 segera berakhir sebelum hari raya Idul Fitri tiba.

Selasa, 21 April 2020

Eksploitasi Perempuan dalam Iklan

    Media massa merupakan salah satu hal penting dalam era globalisasi yang bisa memberikan informasi mengenai kebutuhan individu. Terdapat banyak jenis wadah informasi  seperti iklan, selebaran dan pamflet. Iklan merupakan salah satu media massa yang menyajikan konten secara audio visual sehingga  lebih efektif dan menarik untuk menggait konsumen.
     Membahas tentang iklan, saat ini perempuan menjadi obyek atau role model yang paling sering digunakan untuk mempromosikan suatu produk. Dari produk  masuk akal sampai yang absurd, maksudnya, produk iklan yang dibintangi perempuan mulai dari produk kecantikan, kesehatan, konsumtif itu masih masuk akal karena berkaitan langsung dengan peran perempuan. Namun yang membuat saya terheran, ketika iklan mobil mengapa menggunakan perempuan disampingnya, hal itu malah menimbulkan perspektif yang berbeda, seolah  perempuan dijadikan sebagai obyek untuk memperindah saja. Dengan menampilkan perempuan berpakaian seksi dan terbuka, yang menjadikan daya tarik konsumen semakin tinggi.
     Secara tak langsung iklan tersebut ingin mengeksploitasi perempuan, yaitu menampilkan keindahan pada tubuhnya. Iklan tersebut bisa menarik konsumen karena menampilkan kondisi fisik wanita, sehingga memiliki daya tarik tersendiri.
Namun saat ini, eksploitasi perempuan sudah semakin tidak wajar, pasalnya iklan Maybellin pun perempuan dijadikan model dengan mengenakan pakaian belahan, padahal produk iklannya tentang lipstick.            Sepertinya hanya wanita saja yang dieksploitasi mungkin penyebabnya ada anggapan jika wanita lemah dan memiliki nilai jual tinggi dari penampilan fisiknya sehingga mengahsilkan keuntungan atau jadi bahan obyek untuk menyenangkan mata saja.
      Memang wanita diberi keistimewaan oleh Tuhan seperti permata yang semestinya dijaga, bukan untuk di eksploitasi dan dijadikan keuntungan sebagai penghasil pundi-pundi uang. Dan saya tidak setuju ketika media iklan terlibat dalam mengeksploitasi wanita, karena secara tak langsung stigma masyarakat menganggap perempuan pantas diperlakukan demikian.
      Memang tak mudah untuk menghapus stigma yang beredar di masyarakat, kalaupun ingin menghapus stigma itu semestinya masyarakat mulai memperlakukan wanita dengan mengedepankan martabat dan norma sosial yang lebih memanusiakan.
     Akibatnya dengan adanya obyektifikasi menyebabkan perempuan menjadi gelisah dan kurangnya rasa percaya diri. Ketika menjadi obyektifikasi maka yang dilihat adalah fisiknya. Sehingga wanita dituntut untuk tampil sempurna dan ketika ekspektasi perempuan tidak tercapai akan berdampak depresi. Selain itu  wanita akan menjadi sosok yang digambarkan oleh masyarakat dan menjadi konsumtif.
      Dalam dunia internasional hak-hak tentang wanita terdapat dalam deklarasi Konfrensi PBB tentang wanita di Beijing, September 1995 menyatakan jika kendala besar bagi kaum perempuan dalam perjuangannya memeproleh kedudukan yang selayakanya dalam masyarakat, adalah citra negatif yang ditampilkan media massa, khususnya dalam iklan-iklan.
     Dan dari beberapa sumber yang saya baca tentang komnas perempuan di Indonesia lebih fokus kepada pelecehan seksual dan belum menangani kasus eksploitasi apalagi dalam media massa seperti iklan.  Sebenarnya hal ini yang luput dari kita semua, terlalu menganggap remeh tentang eksploitasi perempuan dalam iklan, menganggap yang demikian itu adalah sesuatu yang sudah lumrah terjadi dan menjadi tradisi masyarakat.
     Di lingkungan kita memang tidak pandai mencegah dan memilih untuk mengobati. Bukankah saat kita berani melakukan sesuatu berawal dari melihat sesuatu terlebih dahulu. Begitulah awal mula kasus-kasus pelecehan seksual bisa terjadi karena eksploitasi perempuan yang tidak putus-putus di tampilkan dalam iklan. Mengingat di awal tadi sudah dijelaskan, iklan adalah salah satu wadah komersil yang ditujukan pada masyarakat.       Masyarakat tidak mungkin memilih dan memilah konten yang baik, secara tidak langsung yang dilihat akan dinikmati sebagaimana wajarnya iklan.
Maka dari itu menurut saya lebih baik jika iklan tersebut tidak menunjukkan bagian tubuh wanita, dalam artian hanya memproduksi iklan saja tanpa mengumbar tubuhnya, jadi mengenakan pakaian yang sewajarnya saja. Dan lebih baik masyarakat tidak mengaitkan peran domestik seorang wanita dengan iklan. Bukankah semestinya perempuan dijaga dan dipandang dengan hormat.

Retardasi mental

Kesehatan merupakan salah satu anugerah dari Tuhan yang patut disyukuri tanpa kesehatan manusia tak akan bisa melakukan aktivitas seperti biasanya. Bagi saya arti sehat tidak hanya terletak pada fisik belaka, tetapi juga sehat secara jasmani dan rohani. Kesehatan rohani juga penting untuk keseimbangan jiwa, ketika seseorang mengalami ganggungan dalam jiwanya maka yang terjadi adalah ketidakseimbangan, sebagaimana yang terjadi pada mereka yang memiliki  kondisi keterbelakangan mental atau kecerdasan yang di bawah rata-rata.
Kondisi kesehatan itu sering saya temukan dalam kehidupan sehari-hari. Sepupu saya adalah salah satu dari mereka yang memiliki keterbelakangan mental sejak lahir. Sebenaranya, kelainan mental dapat disebakan oleh berbagai macam sebab, di antaranya kecelakaan saat mengandung, kelainan genetik ,atau bahkan penyakit.
Sayangnya, kondisi semacam sepupu saya itu, sering disalah artikan oleh masyarakan setempat. Pemikiran yang mengaitkan kondisi mental dengan mitos-mitos setempat masih banyak diyakini masyarakat. Akibatnya, beredar segala macam praduga dan pandangan miring, seperti terkena jampi-jampi. Namin, mitos yang paling diyakini adalah kondisi tersebut merupakani karma yang disebabkan perbuatan orang tuanya di masa lalunya. Karma itulah yang mengakibatkan kondisi tak lazim pada si anak.
Di masyarakat seringkali orang yang memiliki keterbelakangan mental dianggap lebih rendah dibandingkan dengan orang pada umumnya, sehingga diperlakukan seenaknya saja. Terkadang perlakuan yang sama didapatkan pula dari keluarga sendiri seperti dipasung agar tidak mengganggu warga lainnya atau sekedar untuk menyembunyikan aib anak mereka. Seringnya, keluarga merasa malu ketika salah satu anggota keluarganya memiliki keterbelakangan mental lantaran pandangan masyarakat yang menganggap ha tersebut merupakan sebuah bencana atau karma.
Pada akhirnya, ketika seorang penyandang dipasung maka semakin bertambahlah derita yang didapat. Selain tak mendapat kebebasan, ia juga akan kehilangan teman serta mempersempit potensinya untuk berkembang. Rasanya, pemasungan kurang tepat apabila diterapkan kepada  mereka yang mengalami keterbelakangan mental. Sebab selain bertentangan dengan hak asasi sebagai manusia,  rasanya lebih baik jika mereka dibiarkan membaur dengan masyarakat sekitar, tentu dengan pengawasan.
Sebab bagaimana pun, mereka tetap membutuhkan interaksi sosial untuk perkembangan otaknya. Selain itu mereka juga perlu untuk memahami lingkungan sekitar dan yang paling penting adalah pendidikan. Memasing mereka tak ubahnya merenggut kebebasan dan hak mereka sebagai manusia.
Meskipun memiliki kecerdasan dibawah rata-rata, namun bukan berarti mereka tak memiliki potensi untuk mengembangkan diri. Malahan, Sering dari anak yang memiliki keterbelakangan mental meraih penghargaan, di berbagai kacah perlombaan. Maka dari itu, masri berhenti memandang mereka dengan sebelah mata.
Oleh karena hal-hal itu, salah apabila di antara kita masih mengucilkan mereka. Sebab, seyogyanya mereka membutuhkan dukungan dan pengertian untuk terus berproses dan mengembangkan dirinya. Untuk mewujudkan itu, pandangan miring maupun mitos yang kita sematakan pada mereka maupun keluarganya perlu segera dihapuskan. Pengucilan, intimidasi, dan kekerasan baik verbal maupun non verbal yang sering didapat orang-orang berkebutuhan khusus tersebut mesti kita cegah.
Sebab, pada hakikanya kita dan mereka adalah sama. Kita dan mereka adalah manusia yang  menikmati kebabasan dan hak-hak sebagai manusia.

Selasa, 10 Maret 2020

      Keistimewaan Seorang Guru di Madura

 
       Bhuppa, bhabhu, ghuru, rato merupakan salah satu falsafah yang dipegang teguh orang Madura. Ungkapan yang bermakna ayah, ibu, guru ratu tersebut merupakan manifestasi dari kepatuhan orang Madura kepada figur-figur yang disebut.
        Adanya ungkapan itu, secara tersirat menyatakan bahwa tokoh-tokoh yang disebut merupakan seseorang yang mesti di hormati oleh setiap Madura. Orang tua menempati urutan pertama yang disebut. Hal tersbut barangkali lantaran mengingat ayah yang bekerja keras dan ibu yang melahirkan, merawat dan mendidik sedari kecil.
        Yang unik dari falsafah tersebut adalah orang Madura menempatkan guru terlebih dahulu lalu pemerintah. Padahal biasanya masyarakat akan memilih orang pemerintahan dahulu, seperti yang terjadi di daerah saya. Seringnya masyarakat lebih hormat kepada kepala daerah dibandingkan dengan kyai atau sesepuh. Karena Kyai, umumnya cuma dianggap sebagai pemuka agama belaka.
         Namun, apakah yang menjadikan guru, terlebih kyai di Madura begitu dihormati?
Rupanya, guru di Madura, terlebih kyai memiliki pengaruh yang besar dalam lini kehidupan masyarakat. Orang Madura menggantungkan banyak hal kepada para kyai, mereka tak segan untuk mengkonsultasikan hal-hal yang bersifat pribadi, misalnya perjodohan atau karir pada kaum kyai.
         Awalanya, saya berpikir bahwa kepatuhan orang Madura yang berlebih kepada para kyai merupakan sebuah kebiasaan yang kolot dan terkesan feodal. Bukan tanpa alasan, dulu saya berpikir demikian lantaran memandang kyai juga sebagai manusia biasa, sama seperti yang lain. Maka harap dimaklumi jika cerita teman saya tentang orang-orang Madura yang menyerahkan segala urusan kepada kyai -lebih-lebih urusan yang bersifat pribadi, saya pandang sebagai sesuatu yang hiperbolis.  Terlebih, bagi saya setiap manusia bisa memutuskan sesuatu sendiri lantaran setiap keputusan kembali ke diri mereka sendiri.
        Di sisi lain, sebagian besar masyarakat Madura adalah muslim dan menempuh pendidikan di pesantren. Maka wajar apabila tradisi pesantren seperti sowan dan andhapashor (merendah kan diri serendah-rendahnya) kepada guru masih begitu melekat pada diri mereka.
        Saking hormatnya orang Madura kepada kyai, doa seorang kyai dianggap manjur untuk pengobatan dan pelancar segala urusan. Yang lebih mencengangkan, di Madura seseorang dengan gelar professor sekalipun, jangan harap bisa dihormati apa bila tidak menghormati gurunya. Bagi orang Madura, orang yang lupa pada gurunya lebih pantas untuk dikucilkan.
        Zaman boleh saja modern, namun keyakinan apada kyai bagi orang Madura masih tetap menjadi keajiban. Terlebih dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, bisa menjebak orang-orang pada ilusi sains. Maka di saat itu, peran seorang seperti kyai di kampung dapat menjadi perekat solidaritas dan ritual keagamaan.
       Mungkin di sisi lain tak semua orang bisa menjadi figure seorang guru agama, meskipun gelar guru agama bisa di dapatkan melalui keturunan. Sehingga rasa sowan itu salah satu bentuk rasa hormat pada gurunya yang mengajarkan dan mendidik untuk menjadi manusia seutuhnya, tanpa ada ikatan apapun. Karena kedekatan yang terjalin antara masyarakat dan kyai, sehingga timbul rasa kepercaayaan dan menyerahkan kepada orang yang lebih paham mengenai masalahnya dan mungkin itu salah satu tradisi orang Madura.
       Atau mungkin, orang Madura sangat memegang teguh sebuah sabda, jangan menyerahkan sesuatu bukan kepada ahlinya. Dan kyai di mata orang Madura, bukan sekedar ahli agama, bukan sekedar guru belaka. Lebih dari itu, kyai bagi mereka merupakan sosok teladang, orang yang patut di gugu dan ditiru.

The Chalk Giant

What do you know? The story tells about the giant sibling who have a unique names. The female giant was called Shine bacause she...