Tampilkan postingan dengan label #resensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #resensi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 15 Agustus 2021

Eksil Tahanan Politik

Judul : Pulang
Karya : Leila S. Chudori
Halaman : 552 hlm
ISBN : 978-979-91-0515-8



Novel Pulang yang berlatar belakang kisah G 30S/PKI, menceritakan beberapa kekejaman pada masa orde baru. Leila sangat membuat para pembaca bergetar ketika mengetahui betapa pilunya nasib eks tahanan politik. Semua yang dipaparkan  menceritakan benar apa adanya, karena isi dari buku tersebut adalah hasil wawancara dengan eksil politik dan eks tahanan politik dengan narasi yang menggunakan sudut pandang berbeda. 

Dimas  Suryo sebagai tokoh utama harus melewati pilunya hidup di masa itu. Dimas menjadi tahanan politik dan buronan karena dianggap pengikut PKI sebab tempat dimana mereka bekerja, pemimpinnya adalah pro PKI, kecuali Tjai sehingga mereka terkena dampaknya. Akibatnya Dimas kehilangan hak asasi dan juga kewarganegaraan. Padahal, Dimas adalah seorang tendensi politik netral. Ia bergaul dengan simpatisan komunis dan juga banyak berdiskusi dengan orang lajur kanan. 

Diluar sana, juga banyak orang Indonesia yang ditangkap tanpa alasan dan tanpa proses pengadilan. Sebagian dari  mereka dianggap pro PKI seperti Dimas sangat dikucilkan masyarakat, KTP berlabel khusus PKI, tidak dapat pekerjaan, tidak mendapatkan hak bersuara, dan korban membatasi diri dari pergaulan sosial.
Diskriminasi juga terjadi pada keturunan mereka secara turun menurun. Seakan-akan itu sudah menempel permanen di wajahnya, yang tidak terlibat menjadi korban dan merasakan dampaknya. Mereka ditangkap, dituduh, kekerasan tanpa alasan yang jelas dan tidak diselidiki lebih lanjut.

Akibat paspor yang dicabut, Dimas menggembara ke beberapa negara hingga akhirnya menetap di Prancis. Tetapi keadaan di Prancis tidak jauh dengan Indonesia, bulan Mei 1968 di Prancis terjadi revolusi mahasiswa. Sedangkan, di Indonesia pada September 1965 juga terjadi pemberontakan mahasiswa untuk melengserkan pemerintah Orde Baru dan di tahun 1965 terjadi peristiwa G 30S/PKI. 

Beberapa mahasiswa yang dikirim ke luar negeri di cap sebagai komunis. Mereka hidup dalam bayang-bayang rezim Soeharto, gerak geriknya diawasi dan tidak boleh terlibat politik, serta wajib mempromosikan nama baik Indonesia. Meskipun tinggal di luar negeri, di kantor kedutaan mereka diperlakukan seperti pelaku kriminal dan diinterogasi oleh militer. Selain itu, duta besar rezim Soekarno diturunkan oleh Soeharto, mereka para eksil tidak dipulangkan karena rezim Soeharto takut hadirnya intelektual yang loyal pada Soekarno. Bahkan eksil tersebut berseberangan ideologi nya dengan PKI. 

Di zaman Soeharto siapapun bisa ditangkap dan dibunuh tanpa alasan yang jelas atau tuduhan pro PKI ditahan bahkan dimusnahkan. Seseorang yang mengeluarkan suaranya dituduh sebagai makar, rakyat harus patuh kepada pemerintah dan tidak perlu adanya perlawanan. 

Kasus makar dan eksil tahanan politik menjadi polemik sendiri. Hukum yang diberikan pada mereka berlebihan, sebab beberapa tahanan politik dihukum seumur hidup atau keringanan. Ini akan melanggar hak asasi apabila tuduhan yang diberikan tidak benar dan tidak ada tindakan makar. Semestinya diklarifikasi dahulu adanya tindakan atau tidak. Kalau asal tuduh semua orang unjuk rasa dinilai makar ya. Pemerintah terlalu paranoid jika rakyat melakukan makar.

Kesalahpahaman seperti yang di alami oleh Dimas, juga pernah terjadi pada saat ini. Beberapa mahasiswa papua diduga melecehkan tanah air dengan cara merobohkan tiang bendera Merah Putih. Adanya tuduhan itu, pemuda, aparat, dan TNI mengepung asrama mahasiswa Papua mengolok-olok mahasiswa ‘monyet’ yang menunjukkan tidak ada rasa kemanusiaan. 

Spontan aksi unjuk rasa anti-rasisme merebak di berbagai kota. Saat unjuk rasa terjadi, salah seorang aktivis perempuan ditahan dan dituduh sebagai makar. Perempuan itu ditahan selama tujuh puluh tujuh hari dengan alasan melakukan tindakan makar memegang bendera Bintang Kejora di unjuk rasa. Ada lima orang yang dituduh demikian, semua disangkut pautkan pada makar. Padahal perempuan dan aktivis lainnya hanya mengikuti dan menanggapi protes kasus rasisme di Surabaya, tanpa bertujuan makar dan sebagainya. Semestinya yang diusut adalah pelaku ujarannya ‘monyet’, bukan para demonstran yang melakukan unjuk rasa di publik. 

Adapun gerakan separatisme di Papua oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan tujuan memisahkan diri dan mencapai kemerdekaan. Gerakan separatisme ini mengingatkan dengan ideologi PKI yang  memilih memisahkan diri dan mengganti ideologi negara. Tetapi, OPM ini ada karena faktor kurangnya pelayanan pemerintah, kepentingan politik, kebijakan yang tidak berpihak rakyat, dan sebagainya. Supaya tidak terjadi demonstrasi atau pelengseran, separatisme, dan tahanan politik, diperlukan kesadaran dari pemerintah ke rakyatnya.

Dengan adanya novel Pulang merefleksikan masa Orde Baru dan menjadi tamparan bagi pemerintah untuk menangani tindakan represif tahanan politik sekarang. Kurangnya literatur tahanan politik membuat masyarakat tidak mengetahui dan abai. Sampai tetek bengek PKI yang melakukan kudeta presiden Soekarno, hingga chaos-nya Indonesia. Novel ini memberikan pengetahuan baru, kesedihan sanak keluarga tapol tidak luput dari interograsi dan sikap pemuda yang kritis pemerintahan yang tidak tertulis dalam buku sejarah sekolah.

Selain itu, perlu adanya penjelasan konktrit terhadap suatu masalah yang terjadi, jangan asal tuduh tanpa ada kebenaran. Leila juga mengingatkan bahwa perlu adanya bentuk perlawanan sehat terhadap kasus yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tuduhan seperti, menyuarakan suara rakyat tanpa takut untuk dibungkam.

Selasa, 22 Desember 2020

Cinta?

Judul buku : A Man Called Ove
Penulis : Fredrik Backman
Penerbit : Noura Books
Cetakan/tahun terbit : 1, Januari 2016
Halaman : 440
ISBN :978-602-385-023-5

       Buku bersampul warna biru dan bergambar seorang kakek membawa tongkat, dan mobil yang terparkir ternyata menjelaskan pribadi tokoh utama, Ove.
Ove merupakan pribadi yang berpegang teguh pada idealismenya, memiliki kehidupan hitam putih, dan anti sosial.
Dalam hidupnya ada tiga hal yang penting yakni, Sonjaya, Saab, dan kebenaran.

      Saya sempat berpikir karakter Ove merupakan kakek tua menyebalkan, orang yang kesepian, dan hidup sesuka hatinya.  Sebab, ini ditunjukkan dari perkataan atau dialog-dialog yang diutarakan pada tetangganya terkesan menjengkelkan. Namun, perkataan itu bertentangan dengan perilakunya yang menunjukkan kepedulian dan kasih sayang pada orang-orang sekitar. 

      Ini ditunjukkan saat Ove menyelamatkan seseorang yang jatuh pingsan di rel kereta api. Meskipun keadaan di sekitar banyak orang, tapi tak satu pun ingin menyelamatkan. Setelah nya, Ove pergi dari stasiun tersebut dan tak ingin dianggap pahlawan.
Dari adegan tersebut, tindakan lebih dipercaya daripada omong belaka. 
Kasih sayang dan kepedulian bisa dilakukan dimana dan kapan pun. Hidup yang bermanfaat, tapi tidak mengurusi kehidupan orang lain.

         Kisah cinta Ove dan istrinya, Sonjaya, juga menjadi pengiring ke romantisan dalam cerita. Mereka seperti pasangan yang saling melengkapi. Kehidupan Ove yang hitam putih dilengkapi dengan kehidupan Sonjaya yang berwarna-warni. Kamu akan jatuh hati dengan sikap manis mereka. 

      Adapun kekurangan dalam buku seperti, kalimat yang bertele-tele, earphone ditulis dengan kabel plastik, salju ditulis tanah beku. Hal ini membuat pembaca berpikir ulang dan membuang waktu. 

      Saya rekomendasikan untuk menonton film dan membaca buku ini. Kamu akan mendapatkan feel-nya yang berbeda.

Selasa, 15 Desember 2020

Feminisme Dalam Buku Entrok

Judul : Entrok
Karya : Okky Madasari
Halaman : 286 hlm
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Saat pertama melihat buku ini otak saya langsung terkecoh dan teringat buku stensil. Sebab, cover bagian depan buku menggambarkan seseorang sedang mengaitkan entrok (bh atau bra). Dan dari entrok inilah kisah tokoh utama, Marni, dimulai.

Marni, seorang perempuan Jawa lahir dari keluarga miskin dan tinggal bersama ibunya, belum pernah mendapatkan nafkah dari seorang ayah. Ia dan sang ibu harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dimulai  bekerja sebagai seorang buruh pengupas kulit singkong sampai kuli panggul.

Di masa pubertas, Ia harus bekerja dan mengalami sejumlah diskriminasi gender seperti beberapa tokoh yang meremehkan kemampuannya dikarenakan dia perempuan, dan hasil dari pekerjaan itu dia digaji dengan singkong. Hal ini berbeda dengan laki-laki yang digaji uang. Namun, Marni tetap semangat bekerja karena dia ingin memiliki entrok untuk menopang payudaranya. 

Dia baru mendapatkan upah berupa uang saat menjadi kuli panggul di pasar. Dari hasil upah itu, Marni mulai menabung untuk membeli entrok sekaligus modal untuk menjual sayur dari rumah ke rumah. 
Dari hasil jerih payah berdagang, Ia menjadi seorang perempuan mandiri dan disegani banyak orang.

Dari sanalah, Marni, mendongkrak premis jika perempuan tak semestinya jadi kuli panggul dan harus mengerjakan pekerjaan halus dan enteng seperti mengupas kulit singkong.
Ada perasaan senang saat perempuan berhasil dan menunjukkan eksistensi nya. Sebab, dibutuhkan tindakan untuk mematahkan premis tersebut. Bukan sekedar ucapan semata. 

Perempuan itu berhasil menunjukkan eksistensi nya melalui perkonomian yang dia bangun. Dari perempuan miskin menjadi mandiri dan bekerja keras, hingga disegani oleh masyarakat sekitar. Hal ini ditunjukkan ketika Marni memberikan upah kepada buruh, dan berdiri di tengah-tengah mereka, ada perasaan bahagia.

Untuk membangun eksistensi tersebut, kita harus mengetahui keadaan di sekitar seperti apa yang akan menjadikan kita bisa terlihat di mata orang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti, menjadi seorang seniman dalam tokoh novel Larasati karya Pramoedya Ananta Noer yang digambarkan sosok perempuan bebas dari belenggu laki-laki dan bisa berkarya karena kemampuan yang dimilikinya.
Sebelum menunjukkan eksistensi yang kita miliki. Alangkah baiknya kita mengenal diri sendiri terlebih dahulu.

Meskipun banyak buku yang membahas feminisme. Tapi buku ini patut dibaca sebab dikemas dengan bahasa yang ringan dan memberikan wawasan mengenai sosial kultur masyarakat era 90-an. Pembahasannya pun sangat plural, mulai dari kepercayaan, toleransi, politik orde baru.




Selasa, 24 November 2020

Nh Dini dan Karya Sastra

Judul : Dari Ngalian Ke Sendowo
Karya : NH Dini
Halaman : 286 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Untuk pertama kali saya membaca buku tulisan beliau, seperti buku autobiografi. Kesan pertama saat membaca buku tersebut adalah membosankan, tapi bahasa yang digunakan mudah dipahami dan ringan. Meskipun terdapat bahasa krama alus/asing, beliau memberikan footnote, sehingga bisa dibaca oleh semua kalangan. 

Selain menceritakan tentang kehidupan beliau, dari kegiatan sehari-hari, kunjungan mengisi seminar, buku ini juga memberikan informasi mengenai kawasan yang sedang dikunjungi. 
Contoh, ketika kunjungan ke Jepang, beliau memberikan gambaran dan nama makanan Jepang. 

Sosok Nh Dini tergambar apik dalam buku ini, seperti sosok perempuan tangguh dan mandiri. Meskipun lansia (lanjut usia), beliau tetap produktif menulis. Ini bisa dijadikan cambuk untuk para penulis agar tetap produktif dan tak putus asa dalam membuat karya.

Cerita mengenai kehidupan beliau bisa dijadikan contoh dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Dari hidup sederhana, penuh kasih, dan tolong menolong seperti menyekolahkan anak-anak melalui pondok baca.
Dan seringkali sastrawan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal karya sastra amat penting bagi generasi berikut, sebab dalam sastra seringkali penulis memberikan gambaran konflik yang terjadi masa itu, atau kritikan terhadap kehidupan sosial.

Untuk itu, sayang jika eksistensi sastrawan lenyap atau generasi sekarang tidak tahu menahu mengenai karya sastra.
Jadi, untuk mendongkrak karya sastra dibutuhkan gerakan suka membaca.
Setidaknya pemerintah bisa memberikan tunjangan bagi sastrawan untuk menghargai karya-karyanya. 



Selasa, 17 November 2020

Rindu Harus Dibayar Tuntas

Judul : Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis : Eka Kurniawan
Halaman : 256 hlm
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cerita ini berawal dari dua orang polisi yang melakukan pemerkosaan kepada perempuan gila, Rona Merah, di sebuah gubuk. Pada saat pemerkosaan terjadi, Si Tokek dan Ajo Kawir berada di lokasi tersebut untuk mengintip bagaimana rupa ayu Rona Merah. Sayangnya, kegiatan kedua bocah remaja tersebut terpergok oleh salah satu polisi. Setelah terpergok, salah satu bocah tersebut diseret dan dibawa masuk gubuk untuk melihat kejadian memilukan dan biadab yang dilakukan oleh kedua polisi terhadap Rona Merah.

Pemerkosaan yang dilakukan oleh polisi terhadap Rona Merah menggambarkan ketidakadilan yang sedang terjadi saat ini. Sebab, orang yang memiliki kekuasaan bisa melakukan tindakan sesuka hati dan mengintimidasi orang di bawahnya. Sedang kekuasaan dijadikan alat untuk melakukan tindakan represif. Dan, Rona Merah salah satu korban ketidakadilan tersebut.

Adapun penulis ingin menunjukkan bahwa orang gila bisa menjadi korban pelecehan seksual, tanpa pandang jenis kelamin, dan status sosial. Hal ini terjadi karena  manusia diperbudak dan disetir oleh nafsu, seakan-akan nafsu itu otak kedua manusia. Ketika nafsu mengambil alih fungsi akal, tentu perbuatan biadab bisa terjadi kapanpun.
Seperti contoh diatas, kasus pelecehan seksual. Acap kali kemaluan menjadi kendali untuk hasrat seksual mereka. Sehingga mereka melakukan perbuatan tercela tanpa peduli rasa kemanusiaan. 

"Kemaluan bisa menggerakkan orang dengan biadab. Kemaluan merupakan otak kedua manusia, seringkali lebih banyak mengatur kita daripada yang bisa dilakukan kepala".

Bagaimana jika dunia dipenuhi manusia yang dikendalikan oleh nafsu, sedang manusia diberi akal. Hewan yang tak punya akal masih ada rasa kasih kepada sesama atau manusia. Rupanya manusia mengalami degradasi moral.
Membuat dunia ini dipenuhi  manusia yang diperbudak nafsu tiada hentinya. Kalau sudah begitu, apa perbedaan manusia dan hewan? Padahal manusia ada akal yang bisa membedakan benar dan salah, tapi kalah oleh nafsu. Jika dibiarkan secara terus-menerus, tentu membawa mudarat.

Selain itu, buku ini menggunakan kata-kata frontal, seperti ngaceng. Meskipun terkesan vulgar, tapi bahasa-bahasa seperti itu yang menjadi ciri khas dari Eka Kurniawan. Bahasa yang dekat dengan kehidupan masyarakat menengah ke bawah. 

Dan konflik para tokoh yang sering terjadi di dunia nyata, seperti Ajo Kawir, burungnya tidak bisa ngaceng sejak melihat insiden Rona Merah diperkosa, dan membuat si burung tertidur damai walaupun ada gangguan. Lalu, ada Nina, gadis muda yang menjajakan diri ke para lelaki. Paman gembul, yang tidak mau mengotori tangannya untuk membunuh orang.
Banyak konflik kehidupan yang disajikan dalam buku ini. Salah satunya ditunjukkan oleh para tokoh yang kehidupan nya semrawut masalah, balas dendam, kasih sayang, kedamaian, dan lainnya. 

Untuk sampul buku terkesan simple namun bermakna. Dengan gambar burung sedang tertidur disertai warna-warni  coraknya seperti menggambarkan bermacam-macam lika-liku kehidupan,  seperti susah senang kehidupan tetap berjalan.
Namun sayangt, meskipun buku ini membuka pengetahuan tentang kehidupan sosial masyarakat, tapi tidak diperuntukkan untuk anak-anak dibawah umur.








Rabu, 11 November 2020

PROSES

Judul : The Trial
Penulis : Franz Kafka
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 251 hlm

Ketika membaca buku ini saya tidak paham mengenai isinya sebab menggunakan alur maju. Tapi itu letak menarik nya. Penulis membuat pembaca penasaran bagaimana akhir cerita tokoh utama. 
Lambat laun saya mulai memahami dan mengerti maksud tujuan penulis. Ya meskipun pesan buku ini tersirat dan dijelaskan melalui dialog-dialog antar tokoh seiring berjalannya waktu. 

Bisa dibilang buku ini mengilustrasikan proses hukum (teknis persidangan) di masa depan. Yang mana Josef K menjadi percobaan dalam sistem tersebut terlepas Josef K bersalah atau tidak. Kasus serupa terjadi pada enam pengamen Cipulir, Jakarta Selatan 2013 silam korban salah tangkap. Enam pengamen tersebut menemukan mayat di kolong jembatan. Tapi justru mereka menjadi tersangka. Dari menjadi saksi, keenamnya lalu jadi tersangka. Selama proses hukum ini, mereka diduga kerap mendapat kekerasan fisik. Meskipun buku ini ditulis 1920-an abad ke 20, tapi tetap relevan hingga sekarang.

Sayang sekali, gaya penulisan nya terkesan rumit. Satu paragraf bisa satu halaman. Mungkin dengan gaya kepenulisan seperti ini, penulis ingin mengajak pembaca untuk terlibat atau mengerti suasana cerita yang pelik. 
Jadi dibutuhkan kejelian pembaca untuk memahami jalan cerita. 
Selain ke penulisan yang rumit, adapun banyak tokoh dalam cerita. Namun, keberadaan tokoh-tokoh tersebut penting untuk menyampaikan pesan-pesan.

Saya pikir buku ini memiliki keunikan tersendiri, dimana penulis seperti membuat cerita surealis dan membahas birokrasi. Dan sepertinya penulis membawa agama juga, sebab dalam cerita terdapat peran seorang pendeta yang memberikan nasihat kepada Josef K.

Buku ini saya rekomendasikan kepada orang-orang awam, seperti saya yang tidak tahu menahu perihal proses hukum. 
Dari buku ini, saya sedikit tahu bahwa birokrasi nya mengerikan.

Minggu, 08 Desember 2019

PULANG

Pulang. Novel Pemenang Katulistiwa Literary Award 2013. Novel yang berisi perlawanan, keluarga, cinta dan persahabatan. Jalan cerita yang lambat, tapi membuat rasa penasaran. Dengan latar belakang Indonesia dan Prancis.

Novel yang menggambarkan gejolak politik di Indonesia pada September 1965 dan 1998 serta Prancis Mei 1968.
Pada September 1965, munculnya Komunis atau paham kiri hingga peristiwa G 30S/PKI yang berakibat pada keluarga diintrogasi, dikucilkan oleh publik, tak ada akses untuk bekerja di pemerintahan sampai ada tanda khusus di KTP seorang komunis. Hingga Dimas Suryo (netral), Hananto dan Nugroho (pro PKK) dkk menjadi tapol dan mengungsikan diri ke luar negeri. Meskipun peristiwa tersebut telah usai, keluarga tetap merasakan dampaknya.

Indonesia Mei 1998, terjadi banyak tragedi, misal tanggal 13-14 Mei terjadi kerusuhan rasial kepada etnis Tionghoa, kritik terhadap pemerintah Orde Baru dan keruntuhan akibat krisis finansial Asia dan masih banyak kejadian lain. Pada 21 Mei 1998 berakhirnya masa Orde Baru.

Sedang di belahan bumi lain, tepatnya di Prancis di tahun yang berbeda di bulan yang sama Mei 1968 terjadi demonstrasi karena ketidakpuasan terhadap pemerintah dan tatanan sosial. Peristiwa yang diawali oleh mahasiswa dan pelajar hingga kaum buruh. Prancis yang konservatif, konsumtif menjadi Liberte, Egalite, Fraternite. Hingga melahirkan Revolusi 1789.

Bagi saya, aksi masa yang dilakukan mahasiswa di Prancis tahun 1968 sama dengan aksi mahasiswa tahun 2019 yang baru baru saja terjadi karena memprotes beberapa pasal-pasal RUU KUHP. Dari mahasiswa hingga pelajar.

     'Generasi baru yang merasa tidak bisa didekte oleh sesuatu yang mereka anggap tidak rasional. Mereka adalah generasi baru yang cerdas, yang mulai berpikir mandiri'

Fyi, secara garis besar novel ini memaparkan tentang 4 seorang pria yang menjadi tapol di Indonesia. Pergi ke Prancis mendirikan sebuah restoran dan melakukan perlawanan.

Sabtu, 23 November 2019

LAUT BERCERITA KARYA LEILA S CHUDORI

Novel Laut Bercerita memakai dua sudut pandang dari Biru Laut sebagai korban dan Asmara Jati dari keluarga korban. Buku setebal 379 halaman ini menggambarkan betapa kejamnya rezim saat itu, yang kritis dibungkam, rakyat hidup dalam tekanan dan banyak orang diculik tak pernah kembali.
      Selain itu, novel ini fiktif tapi terasa nyata, sungguh. Hingga saya meneteskan air mata dibuat merinding akan jalannya cerita, karena penulis mampu menggambarkan betapa tersiksa dan menderitanya aktivis, persahabatan, dan psikologis keluarga yang kehilangan dan tak pernah kembali. Ditambah cover yang menarik mata dan try to read this book dikemas dengan latar belakang sejarah, berdasarkan kisah nyata namun mudah dipahami.

         Matilah engkau mati
         Kau akan lahir berkali-kali...
        
         Recommended bagi yang suka novel berlatar belakang sejarah.

Rabu, 20 November 2019

LARASATI

        Larasati. Perempuan idealis, penuh semangat nasionalisme, dan cantik. Seorang aktris tersohor di masa revolusi, yang dikenal seluruh rakyat, pria berotak dan berjantungpun akan memujanya serta ingin memiliki tubuhnya. Sebagai perempuan yang berkecukupan di masa hidupnya, Larasati dengan kecantikannya bisa melacurkan dirinya dan dia bangga akan kecantikannya sehingga bisa berbuat semaunya terhadap laki-laki.
          Sebagai seorang aktris tersohor dia tak akan mau main propaganda Belanda untuk memusuhi revolusi. Hal ini dibuktikan ketika Larasati diminta untuk membintangi sebuah film perempuan pemberontak  terhadap penjajah, tapi tawaran itu ditolak olehnya. Meskipun dia di iming-iming dengan uang dua kali lipat honor yang ditetapkan. Karena rasa cintanya pada tanah air, dibuktikan dengan dia ikut melawan penjajah bersama pemuda di kampungnya, meskipun memakai rok tak menjadi penghalang untuk melawan musuh. Bagi saya, Larasati adalah sosok Kartini di era kolonial yang melakukan perlawanan kepada penjajah dengan caranya sendiri.
             Semoga di zaman millenial ini, ada perempuan dengan jiwa Ibu Kartini.
            

Kamis, 07 November 2019

Cantik Itu Luka

        Ini buku pertama Eka Kurniawan yang saya baca, Cantik Itu Luka. Saat pertama baca saya scared dengan bahasanya yang frontal dan vulgar ditambah sejarah, mitos dan penyimpangan seksualitas. Bagi saya salah satu yang menarik dari buku ini adalah penyimpangan seksualitas yg dilakukan para tokohnya. Penyimpangan yang dilakukan berbagai macam
          Yang pertama adalah Incest. Terjadi pada pasangan Henri Stammler dan Aneu Stammler, which was mereka adalah kakak beradik yang berbeda ibu. Keduanya jatuh cinta dan ketauan tengah bercinta hingga meninggalkan Dewi Ayu di depan pintu. Berlanjut hingga di keturunan Dewi Ayu, yang terjadi pada Krisan ( putra Kamerad Kliwon dan Adinda) yang memperkosa sepupunya sendiri, Rengganis ( putri Maman Gendeng dan Maya Dewi) serta meniduri bibinya sendiri, Si Cantik.
          Kedua, Sadomasokisme. Tercermin pada perilaku Sang Shodanco yang memperkosa Alamanda (istrinya) dengan keadaan diikat di kasur dan telanjang bulat
          Ketiga, Bestiality. Kisah Rengganis Sang Putri mengawini seekor anjing saat di Halimunda, kembali terjadi pada Rengganis, putri Maman Gendeng yang mengatakan diperkosa oleh seekor anjing dan hamil. Ini sama seperti cerita rakyat yang terjadi ke Dayang Sumbi menikah dengan Tumang, seekor anjing.
          Keempat, Pedofilia. Pernikahan dibawah umur terjadi pada Maman Gendeng yang dikawinkan dengan Adinda, saat berumur dua belas tahun. Pernikahan dibawah umur kerap terjadi di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, salah satu faktornya orang tua dalam pembentukan diri remaja dengan alasan calon pria sudah mapan dan dewasa.
          Kelima,  Spectrophilia. Kecenderungan seksual ini, mereka yang melakukan hubungan dengan roh atau hantu. Mungkin terdengar tidak logis, tapi itulah yang terjadi pada Si Cantik yang jatuh cinta dan bersenngama dengan pria yang tidak nampak, tidak bisa dilihat oleh ibunya ataupun Rosinah.
          Sebab cantik itu luka. (hal 478)
Bagi saya kalimat itu, kehidupan mereka tidak seelok wajah yang mereka miliki. Sekian dan terima kasih
          

Kamis, 03 Oktober 2019

Perempuan Di Titik Nol

Judul                   :  Perempuan Di Titik Nol
Nama Penulis      :  Nawal el - Saadawi
Penerjemah         :  Amir Sutaarga
Penerbit               : Yasasan Pustaka Obor Indonesia        
Halaman              :   176 halaman

Novel ini menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat Mesir, terutama perempuan Mesir di tahun 1973, yang mana di zaman itu perempuan di nomor duakan dan dikesampingkan. Pemegang kekuasaan tertinggi adalah kaum laki-laki, budaya patriarki melekat di Negeri Piramid. Seperti kutipan dalam novel ini " Jika salah satu anak perempuannya mati, Ayah akan menyantap makan malamnya, Ibu akan membasuh kakinya, dan kemudian ia akan pergi tidur, seperti ia lakukan setiap malam. Apabila yang mati itu seorang anak laki-laki, ia akan memukul Ibu, kemudian makan malam dan merebahkan diri untuk tidur".
Dari kutipan diatas, saya berpikir bahwa tugas perempuan hanya dijadikan budak pemuas nafsu, dan tugasnya hanya macak, manak, masak (berdandan, beranak, memasak) dan tidak di izinkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, sampai di jenjang sekolah menengah saja. Dan kesempatan bekerja pun kecil, tidak memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin di perusahaan, hanya seorang karyawati atau buruh kelas bawah. Tokoh utama novel ini mengalami dan menggambarkan bagaimana budaya patriarki.
Di zaman modern sekarang, budaya patriarki tetap ada, namun berbeda cara penjajahannya. Sekarang ini perempuan mengalami pelecehan seksual secara verbal, seperti catcall atau harrasment street. Budaya patriarki memposisikan pihak laki-laki adalah pihak yang gagah dan memiliki keleluasaan untuk melakukan apapun, sementara perempuan dianggap lemah. Gaya kepenulisan penulis mampu membawa para pembaca menyelami kehidupan tokoh utama dan di tulis berdasarkan kisah nyata.

Senin, 09 September 2019

RESENSI GADIS PANTAI

     Diceritakan seorang gadis yang tumbuh di pesisir pantai di lingkungan nelayan. Di daerah Blora, Jawa Tengah. Gadis Pantai memiliki kulit kunang langsat dengan badan yang mungil. Di usia yang masih belia Gadis Pantai  diminta oleh seorang priyayi, kemudian dibawa ke kota untuk bertemu dengan sang pembesar. Meskipun Gadis Pantai menolak saat diminta oleh seorang priyayi, tetapi kedua orangtuanya meyakinkan nya dengan dalih dia tidak akan hidup sengsara, seperti yang dialami kedua orangtuanya.
      Setelah menikah ia mendapat gelar Mas Nganten, istilah ini merupakan istilah untuk perempuan yang melayani seks bagi seorang priyayi sampai seorang priyayi memutuskan untuk menikah dengan perempuan dari golongan yang sederajat dengan mereka. Selain itu, novel ini menunjukkan tentang  kesenjangan sosial dan ketidakadilan gender.

Dear Muslim Sister - Ep 2 Worship is Your Power

Faith isn't suppersism, its strength.  Somehow faith is being repackaged as weakness especially for women because it's maybe cultura...