> Kesulitannya adalah > jika petugas medis mengabaikan reaksi emosional dari pasien-pasiennya, terlepas adanya bukti/tidak terkait emosi yang memengaruhi kesembuhan.
> Bagi pasien, informasi dari perawat/dokter memberikan peluang untuk menenangkan/berputus asa.
-----
Pikiran Tubuh: Bagaimana Emosi Memengaruhi Kesehatan.
Robert Ader, seorang ahli psikologi, dalam penelitiannya menemukan bahwa sistem kekebalan tubuh sama seperti otak yang mampu belajar. Artinya, jalur biologis yang membuat otak, emosi, & tubuh tidak pernah terpisah tetapi berhubungan erat.
> Hormon yang dilepaskan saat mengalami stress dapat menghubungkan emosi dengan sistem kekebalan tubuh.
> Katekolamin, kortisol, prolactin, memiliki pengaruh kuat terhadap sel kekebalan.
> Ketika hormon-hormon tersebut tersebar di seluruh tubuh maka fungsi sel kekebalan dihambat.
(Stress menekan perlawanan sistem kekebalan untuk sementara. Apabila stress terus menerus, maka penekanan tersebut bisa permanen).
-----
Dr. Camran Ngechat ahli bedah laparoskopi ginekologi dari Stanford University mengakui adanya peran emosi dalam ilmu kedokteran.
Ia mengungkapkan bahwa seandainya seorang pasien dijadwalkan operasi, namun dia panik & tak mau dioperasi hari itu maka lebih baik diundur & dijadwalkan ulang saat ia merasa tenang sebab ketakutan bisa menyebabkan pendarahan, mudah terkena infeksi, & komplikasi. Maka jauh lebih baik saat ia tenang.
> Hal ini menunjukkan jika > rasa panik & cemas meningkatkan rekanan darah & menyebabkan pembuluh darah melebar.
> Orang yang mengalami kecemasan kronis, mengalami kesedihan & pesimisme berkepanjangan, permusuhan tak henti-hentinya, sinis/kecurigaan terus menerus memiliki resiko >> 2x lipat terserang penyakit asma, arthritis, sakit kepala, tukak lambung, jantung (Mostly these disease happened to people).
> Menurut Peter Kaufman, pejabat kepala Behavioral Medicine Branch of the National Heart, Lung, & Blood Institute menjelaskan jika belum bisa dipastikan apakah amarah/sikap bermusuhan menjadi penyebab timbulnya penyakit arteri koroner awal/akan memperparah jika penyakit jantung menyerang, atau keduanya.
Akan tetapi jika amarah terus menerus berulang menyebabkan stress tambahan bagi jantung dengan meningkatkan laju denyut jantung & tekanan darah.
Apabila jantung berdenyut lebih cepat & tekanan darah tinggi karena terbiasa marah-marah maka bisa menyebabkan >> timbunan plak menumpuk lebih cepat & terjadi arteri koroner.
> Akan tetapi, tidak mengindikasikan juga jika seseorang memiliki perasaan kronis seperti itu akan mudah sakit.
-----
Amarah & Dampaknya
> Studi di Stanford University medical school terhadap 1.021 pria & wanita yang pernah mengalami serangan jantung memperlihatkan jika kaum pria yang cenderung agresif & suka bermusuhan lebih memiliki risiko terkena serangan jantung berikutnya & jika memiliki kadar kolestrol tinggi maka risiko dari marah menjadi > 5x lipat lebih tinggi.
> Menjadi marah bisa melipatgandakan risiko penyakit jantung bagi orang-orang yang telah memiliki penyakit jantung.
> Akan tetapi hal tersebut tidak menjadikan orang harus menekan amarahnya saat perasaan marah muncul pada tempatnya. Sebab jika berusaha menekan perasaan amarah maka dapat meningkatkan tekanan darah.
> Williams menegaskan hal yang tak kalah penting adalah saat sikap memusuhi muncul yang juga berbahaya bagi kesehatan. Terlebih jika sikap permusuhan itu muncul terus menerus & membentuk gaya kepribadian hingga menjadi sikap curiga & sinisme, ada kecenderungan mencela & berkomentar, dan mudah tersinggung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar