Rabu, 25 November 2020

Pemerasan Pekerja Migran

Untuk menangani masalah perekonomian dalam keluarga, tak jarang perempuan ikut membantu untuk kebutuhan tersebut. Mereka rela bekerja disektor apapun demi kebutuhan hidup, seperti menjadi pekerja migran. 


Banyak perempuan yang asal bekerja, dan tidak mempedulikan apa yang terjadi pada dirinya, seperti kekerasan seksual, upah murah, dan diskriminasi kekerasan. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran korban terhadap tindakan yang terjadi, atau mereka pasrah dan menganggap biasa perkara diskriminasi tersebut. Kan namanya pembantu, ya bisa diapain saja oleh majikan. Sehingga mereka membiarkan hal itu terjadi. Terlebih pekerja migran di dominasi oleh penduduk desa. 


Menurut data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), di tahun 2019 terdapat 57.597 pekerja migran dan 47.163 orang diantaranya perempuan. Dari jumlah tersebut, 40.148 orang bekerja di sektor informal, dan 17.809 bekerja di sektor formal. Bahkan 16 persen diantaranya mengaku mengalami diskriminasi dan kekerasan fisik. Terlebih jika mereka korban kekerasan seksual, tentu mereka akan menutupinya karena dianggap aib.


Sering kita lihat di televisi kasus pekerja migran yang menggugat majikannya tapi berujung orang tersebut yang kalah, atau majikan yang melaporkan bawahannya dan berakhir si pekerja migran yang di hukum. Meskipun pekerja tersebut tidak salah, dan menjadi korbam karena melindungi dirinya sendiri. Hukuman yang diberikan tak main-main, sampai hukum gantung.


Dilain sisi, banyak pekerja migran yang bekerja karena diiming-imingi gaji besar dan syarat mudah untuk memikat hati mereka. Sehingga mereka mantap pergi bekerja dan jauh dari keluarga tanpa mempertimbangkan tetek bengek nya. Adapun yang berangkat dengan modal nekat tanpa memiliki keterampilan apapun.


Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Bobi menjelaskan setidaknya ada tiga syarat utama agar seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) bisa dikatakan tidak melanggar prosedur.


Pertama, Indonesia dan negara penempatan PMI harus memilki perjanjian tertulis tentang kerja sama penempatan calon pekerja migran. Kedua, pelaku penempatan PMI haruslah berasal dari badan resmi yakni Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) – dalam konteks pengiriman G2G (Government-to-Government). Ketiga, berusia diatas 18 ke atas dan sehat jasmani rohani. 

Hal ini sangat disayangkan jika dibiarkan terus menerus. Korban harus dilindungi dan memberanikan diri untuk bersuara lantang dengan yang terjadi pada dirinya. Namun acapkali kendala bahasa dan rumitnya birokrasi di negara tempat mereka bekerja membuat sebagian orang ini abai dan tidak peduli. Yang penting bekerja dan mendapat uang demi keluarga, sudah cukup.


Bagi korban kekerasan seksual pemerintah telah memberikan rangkaian regulasi yang mampu mengakomodir para korban. Salah satu instrumen hukum yaitu pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual  (RUU PKS). Sebab sebagian dari korban seringkali dikucilkan oleh masyarakat. 

Untuk itu, pemerintah perlu memperhatikan keadaan korban, terutama psikologi nya seperti memberikan konseling.

Akan lebih baik jika para pekerja migran informal ini mendapat pelatihan khusus tentang pekerjaan mereka, mengajarkan bahasa yang menjadi tujuan orang tersebut, dan memberikan ilmu pengetahuan lainnya guna membekali dan membentengi diri jika sesuatu terjadi di luar kontrak kerja, seperti eksploitasi tenaga kerja.

Selasa, 24 November 2020

Nh Dini dan Karya Sastra

Judul : Dari Ngalian Ke Sendowo
Karya : NH Dini
Halaman : 286 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Untuk pertama kali saya membaca buku tulisan beliau, seperti buku autobiografi. Kesan pertama saat membaca buku tersebut adalah membosankan, tapi bahasa yang digunakan mudah dipahami dan ringan. Meskipun terdapat bahasa krama alus/asing, beliau memberikan footnote, sehingga bisa dibaca oleh semua kalangan. 

Selain menceritakan tentang kehidupan beliau, dari kegiatan sehari-hari, kunjungan mengisi seminar, buku ini juga memberikan informasi mengenai kawasan yang sedang dikunjungi. 
Contoh, ketika kunjungan ke Jepang, beliau memberikan gambaran dan nama makanan Jepang. 

Sosok Nh Dini tergambar apik dalam buku ini, seperti sosok perempuan tangguh dan mandiri. Meskipun lansia (lanjut usia), beliau tetap produktif menulis. Ini bisa dijadikan cambuk untuk para penulis agar tetap produktif dan tak putus asa dalam membuat karya.

Cerita mengenai kehidupan beliau bisa dijadikan contoh dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Dari hidup sederhana, penuh kasih, dan tolong menolong seperti menyekolahkan anak-anak melalui pondok baca.
Dan seringkali sastrawan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal karya sastra amat penting bagi generasi berikut, sebab dalam sastra seringkali penulis memberikan gambaran konflik yang terjadi masa itu, atau kritikan terhadap kehidupan sosial.

Untuk itu, sayang jika eksistensi sastrawan lenyap atau generasi sekarang tidak tahu menahu mengenai karya sastra.
Jadi, untuk mendongkrak karya sastra dibutuhkan gerakan suka membaca.
Setidaknya pemerintah bisa memberikan tunjangan bagi sastrawan untuk menghargai karya-karyanya. 



Rabu, 18 November 2020

Ketika Kawasan Konservasi Terjamah

Beberapa minggu lalu, sosial media dihebohkan oleh foto hang menampilkab seekor komodo menghadang truk pengangkut material. Seketika foto tersebut menjadi perbincangan publik, dari aktivis hingga warga setempat mengkritik pembangunan tersebut. Beberapa orang khawatir adanya truk berdampak pada Komodo yang menjadi korban.

Akan tetapi, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Wiratno, telah menjamin keamanan Komodo dengan mengecek kondisi sekitar dan memastikan tidak ada Komodo yang berada didekat kendaraan. Bahkan setiap pagi para petugas penjaga Komodo diberikan pembekalan untuk memastikan keamanan hewan tersebut.

Meskipun pemerintah telah menjamin keamanan Komodo dalam proses pembangunan Taman Nasional Komodo, warga setempat tetap menolak tindakan pemerintah. Menurut mereka, adanya pembangunan tersebut mengancam ekosistem Komodo, serta akan merubah wasiat leluhur yang mengajarkan bahwa Komodo adalah saudara mereka sendiri. Sebab, Komodo dan warga selalu hidup berdampingan.

Perlu diketahui, pembangunan Taman Nasional Komodo dicetuskan oleh Luhut Binsar Panjaitan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman. Rencana pembangunan ini disebut Jurassic Park, dimana tempat tersebut memiliki pusat penelitian dan mebuat sejahtera warganya.

Sayangnya, keinginan pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan warga setempat dan bertentangan dengan nilai konservasi. Warga tidak mencari pendapatan dari pariwisata di Pulau Rinca. Mereka ingin melindungi hewan-hewan tersebut karena tak ingin populasi Komodo berkurang dan rusak ekosistem nya. 
Malahan hal ini membuat pemerintah seperti kurang dekat dengan rakyat nya. Sebab, pemerintah tidak mengetahui apa yang diinginkan dan mengabaikan warga lokal yang hidup berdampingan serta merawat Komodo sejak dulu. 

Di lain sisi, pembangunan Jurassic Park membawa keuntungan bagi negara, dan menambah Produk Domestik Bruto (PDB). Mungkin pemerintah ingin membuat pariwisata modern agar menarik wisatawan asing dengan jumlah yang cukup besar.

Disayangkan jika Pulau Rinca dijadikan Pulau Bali kedua. Seperti yang kita tahu, Pulau Bali menjadi sektor pariwisata dari wisatawan asing atau lokal, dan mampu menaikkan pendapatan warga lokal. Namun tak bisa dipungkiri, adanya wisata tersebut membuat sejumlah objek atau sumber daya alam rusak karena ulah manusia tak bertanggung jawab. Misal, membuang sampah di laut, aksi vandalisme, dan sebagainya.
Jangan sampai Pulau Rinca rusak karena tangan-tangan jahil, dan hasrat manusia untuk mencapai keinginan nya sendiri.

Jikalau Pulau Rinca ingin dijadikan sektor pariwisata, lebih baik menawarkan pariwisata lokal, dengan kealamian dan memperlihatkan kehidupan asli Komodo tanpa ada campur tangan manusia. Serta menunjukkan bahwa warga dan pemerintah bisa menjaga hewan konservasi.

Perihal Pulau Rinca yang menjadi kawasan konservasi, sebenarnya pemerintah telah mengkhianati tujuan konservasi. Hal ini dinyatakan oleh Gregorius Afioma, peneliti dari Sunspirit for Justice and Peace yang berbasis di Labuan Bajo bahwa izin yang diberikan KLHK untuk pembangunan sarana pariwisata di Pulau Rinca bertolak belakang dengan yang sudah diajarkan dalam merawat kawasan konservasi.

Jika pembangunan tetap dilanjutkan, maka manusia yang akan berkunjung harus mengikuti peraturan yang ada. Kalaupun ada yang melanggar, beri sanksi dengan tegas agar kapok. Bagaimana pun Komodo membutuhkan ketenangan dalam hidupnya agar tidak stress. Untuk itu mari menjaga dan menjalin hubungan baik kepada alam.

Selasa, 17 November 2020

Rindu Harus Dibayar Tuntas

Judul : Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis : Eka Kurniawan
Halaman : 256 hlm
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cerita ini berawal dari dua orang polisi yang melakukan pemerkosaan kepada perempuan gila, Rona Merah, di sebuah gubuk. Pada saat pemerkosaan terjadi, Si Tokek dan Ajo Kawir berada di lokasi tersebut untuk mengintip bagaimana rupa ayu Rona Merah. Sayangnya, kegiatan kedua bocah remaja tersebut terpergok oleh salah satu polisi. Setelah terpergok, salah satu bocah tersebut diseret dan dibawa masuk gubuk untuk melihat kejadian memilukan dan biadab yang dilakukan oleh kedua polisi terhadap Rona Merah.

Pemerkosaan yang dilakukan oleh polisi terhadap Rona Merah menggambarkan ketidakadilan yang sedang terjadi saat ini. Sebab, orang yang memiliki kekuasaan bisa melakukan tindakan sesuka hati dan mengintimidasi orang di bawahnya. Sedang kekuasaan dijadikan alat untuk melakukan tindakan represif. Dan, Rona Merah salah satu korban ketidakadilan tersebut.

Adapun penulis ingin menunjukkan bahwa orang gila bisa menjadi korban pelecehan seksual, tanpa pandang jenis kelamin, dan status sosial. Hal ini terjadi karena  manusia diperbudak dan disetir oleh nafsu, seakan-akan nafsu itu otak kedua manusia. Ketika nafsu mengambil alih fungsi akal, tentu perbuatan biadab bisa terjadi kapanpun.
Seperti contoh diatas, kasus pelecehan seksual. Acap kali kemaluan menjadi kendali untuk hasrat seksual mereka. Sehingga mereka melakukan perbuatan tercela tanpa peduli rasa kemanusiaan. 

"Kemaluan bisa menggerakkan orang dengan biadab. Kemaluan merupakan otak kedua manusia, seringkali lebih banyak mengatur kita daripada yang bisa dilakukan kepala".

Bagaimana jika dunia dipenuhi manusia yang dikendalikan oleh nafsu, sedang manusia diberi akal. Hewan yang tak punya akal masih ada rasa kasih kepada sesama atau manusia. Rupanya manusia mengalami degradasi moral.
Membuat dunia ini dipenuhi  manusia yang diperbudak nafsu tiada hentinya. Kalau sudah begitu, apa perbedaan manusia dan hewan? Padahal manusia ada akal yang bisa membedakan benar dan salah, tapi kalah oleh nafsu. Jika dibiarkan secara terus-menerus, tentu membawa mudarat.

Selain itu, buku ini menggunakan kata-kata frontal, seperti ngaceng. Meskipun terkesan vulgar, tapi bahasa-bahasa seperti itu yang menjadi ciri khas dari Eka Kurniawan. Bahasa yang dekat dengan kehidupan masyarakat menengah ke bawah. 

Dan konflik para tokoh yang sering terjadi di dunia nyata, seperti Ajo Kawir, burungnya tidak bisa ngaceng sejak melihat insiden Rona Merah diperkosa, dan membuat si burung tertidur damai walaupun ada gangguan. Lalu, ada Nina, gadis muda yang menjajakan diri ke para lelaki. Paman gembul, yang tidak mau mengotori tangannya untuk membunuh orang.
Banyak konflik kehidupan yang disajikan dalam buku ini. Salah satunya ditunjukkan oleh para tokoh yang kehidupan nya semrawut masalah, balas dendam, kasih sayang, kedamaian, dan lainnya. 

Untuk sampul buku terkesan simple namun bermakna. Dengan gambar burung sedang tertidur disertai warna-warni  coraknya seperti menggambarkan bermacam-macam lika-liku kehidupan,  seperti susah senang kehidupan tetap berjalan.
Namun sayangt, meskipun buku ini membuka pengetahuan tentang kehidupan sosial masyarakat, tapi tidak diperuntukkan untuk anak-anak dibawah umur.








Rabu, 11 November 2020

PROSES

Judul : The Trial
Penulis : Franz Kafka
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 251 hlm

Ketika membaca buku ini saya tidak paham mengenai isinya sebab menggunakan alur maju. Tapi itu letak menarik nya. Penulis membuat pembaca penasaran bagaimana akhir cerita tokoh utama. 
Lambat laun saya mulai memahami dan mengerti maksud tujuan penulis. Ya meskipun pesan buku ini tersirat dan dijelaskan melalui dialog-dialog antar tokoh seiring berjalannya waktu. 

Bisa dibilang buku ini mengilustrasikan proses hukum (teknis persidangan) di masa depan. Yang mana Josef K menjadi percobaan dalam sistem tersebut terlepas Josef K bersalah atau tidak. Kasus serupa terjadi pada enam pengamen Cipulir, Jakarta Selatan 2013 silam korban salah tangkap. Enam pengamen tersebut menemukan mayat di kolong jembatan. Tapi justru mereka menjadi tersangka. Dari menjadi saksi, keenamnya lalu jadi tersangka. Selama proses hukum ini, mereka diduga kerap mendapat kekerasan fisik. Meskipun buku ini ditulis 1920-an abad ke 20, tapi tetap relevan hingga sekarang.

Sayang sekali, gaya penulisan nya terkesan rumit. Satu paragraf bisa satu halaman. Mungkin dengan gaya kepenulisan seperti ini, penulis ingin mengajak pembaca untuk terlibat atau mengerti suasana cerita yang pelik. 
Jadi dibutuhkan kejelian pembaca untuk memahami jalan cerita. 
Selain ke penulisan yang rumit, adapun banyak tokoh dalam cerita. Namun, keberadaan tokoh-tokoh tersebut penting untuk menyampaikan pesan-pesan.

Saya pikir buku ini memiliki keunikan tersendiri, dimana penulis seperti membuat cerita surealis dan membahas birokrasi. Dan sepertinya penulis membawa agama juga, sebab dalam cerita terdapat peran seorang pendeta yang memberikan nasihat kepada Josef K.

Buku ini saya rekomendasikan kepada orang-orang awam, seperti saya yang tidak tahu menahu perihal proses hukum. 
Dari buku ini, saya sedikit tahu bahwa birokrasi nya mengerikan.

The Chalk Giant

What do you know? The story tells about the giant sibling who have a unique names. The female giant was called Shine bacause she...